NARATORIA – Kursus bahasa inggris di Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) Negeri 2 Palu masih menjadi polemik. Polemik ini menuai berbagai respons, salah satunya dari Jurnalis Senior, Elkana Lengkong.
Menurut Elkana, adanya kursus bahasa inggris yang dicetuskan Kepala SMK Negeri 2 Palu, Dr Loddy Surentu S.Pd MM, perlu mendapat apresiasi karena sudah menjadi kebutuhan dalam perkembangan zaman saat ini.
“Tujuan pak Loddy sebagai Kepala SMK 2 Palu terkait tambahan ekstra kurikuler khusus bahasa Inggris harus diapresiasi, apalagi saat ini bahasa Inggris jadi tuntutan di era perubahan teknologi, termasuk juga bahasa Mandarin,” ujar Elkana dalam keterangannya, Jumat, 18/10/2024.
Namun demikian, kata dia, jika ada muncul keluhan maka harus jadi bahan pertimbangan, khususnya yang menyangkut biaya kursus.
“Jika sudah terdapat keluhan harusnya perlu jadi bahan pertimbangan meskipun sudah sepakat orang tua wali murid. Apalagi ada pembayaran yang bagi orang tua mungkin cukup berat,” ucapnya.
“Baiknya pimpinan SMKN 2 Palu, membuka ekstra kurikuler privat bahasa inggris di luar jam sekolah dan tak ada kaitan dengan sekolah dipimpinnya, sehingga tidak terkesan siswa ‘dipaksa’,” tambah Elkana.
Dengan demikian, ujar dia, akan menghindari terjadinya keluhan apalagi dari guru di SMK 2 Palu yang mengeluhkan dua hal, yaitu pertama terkait biaya kursus yang dinilainya memberatkan orangtua/wali siswa dan pelaksanaan yang menurutnya mengganggu jam mata pelajaran.
“Kalau ini jalan terbaik mengapa tidak. Sebab kalau gak salah ada salah satu kebijakan kepala SMKN 2 Palu juga pernah dikeluhkan sehingga terjadi aksi demo peserta didik ke DPRD Sulteng pada 27 Mei 2024, terkait biaya PKL naik,” pungkas Elkana.
Diberitakan, Guru SMK Negeri 2 Palu, H Moh Dalil H DG Malongi S.Ag MA, mengeluhkan program kursus bahasa inggris di sekolah yang berada dalam naungan Dinas Pendidikan Provinsi Sulteng itu.
Dalil mengeluhkan dua hal, yaitu pertama terkait biaya kursus yang dinilainya memberatkan orangtua/wali siswa dan pelaksanaan yang menurutnya mengganggu jam mata pelajaran.
“Beliau (kepala sekolah) membuka kursus bahasa inggris tapi dengan mengambil jam formalnya guru, termasuk saya sebagai guru agama,” ujar Dalil didampingi Drs Baso, yang juga Guru Agama di SMK Negeri 2 Palu, Rabu, 16/10/2024.
Dalil merasa jam mata pelajaran agama terganggu dampak dari pelaksanaan kursus bahasa inggris. Adapun terkait biaya, Dalil menyebut orangtua/wali siswa dibebankan Rp250 ribu per bulan.
Biaya ini dalam pandangannya memberatkan orangtua siswa dan terkesan dipaksakan. Hal senada juga diutarakan Baso, yang tidak sependapat atas pelaksanaan program kursus itu.
“Kasihan orangtua siswa harus membayar biaya kursus yang cukup mahal. Baru yang saya herankan tempat kursus itu menggunakan fasilitas SMK 2 Palu,” tutur Baso.
Menanggapi hal ini, Kepala SMK Negeri 2 Palu, Loddy, mengaku pelaksanaan kursus bahasa inggris merupakan hasil kesepatan sekolah bersama orangtua dan bagian dari misi SMK Negeri 2 Palu.
Disebutkan, salah satu misi SMK Negeri 2 Palu yaitu memfasilitasi peserta didik agar mampu berkomunikasi dalam bahasa inggris secara bertahap dan bahasa asing lainnya sehingga mampu bersaing dalam dunia industri kerja secara global.
“Program itu (kursus bahasa inggris) atas hasil kesepakatan sekolah dengan orangtua/wali siswa,” ucap Loddy.
Berdasarkan hasil kesepakatan pula, kursus tersebut dikatakan bersifat wajib bagi kelas 10. Namun Loddy membantah kursus bahasa inggris menggaggu jam mata pelajaran yang ada.
Pelaksanaannya kata dia hanya dua kali dalam sepekan. Selain siswa, sejumlah guru SMK 2 Palu juga diberikan jadwal untuk mengikuti kursus.
“Saya bisa pastikan tak ada menggaggu jam mata pelajaran, tidak betul itu,” tegasnya.
Terkait biaya kursus bahasa inggris yang mendatangkan guru dari lembaga kursus Manado, Loddy menuturkan ada kebijaksanaan yang diterapkan bagi orangtua/wali siswa kurang mampu.
“Saya juga memastikan biaya kursus itu tidak ada ke sekolah, pembayarannya langsung ke lembaga kursus. Jadi kami hanya memfasilitasi karena yang melaksanakan lembaga kursus,” pungkas Loddy. (*)