DENPASAR – Sengketa penggunaan musik tanpa lisensi antara PT Mitra Bali Sukses (Mie Gacoan) dan Lembaga Manajemen Kolektif (LMK) Sentra Lisensi Musik Indonesia (SELMI) resmi berakhir damai. Dalam proses mediasi yang difasilitasi oleh Kementerian Hukum, Mie Gacoan menyetujui pembayaran royalti sebesar Rp 2,2 miliar kepada LMK SELMI.

“Bahwa Bu Ayu mewakili PT Mitra Bali Sukses sudah membayar royalti (lisensi) musiknya,” ujar Menteri Hukum, Supratman Andi Agtas, usai menyaksikan penandatanganan perjanjian damai Bali, Jumat, (8/8/2025).

Lisensi yang dibayarkan bersifat menyeluruh (blanket license) dan mencakup seluruh periode penggunaan musik dari tahun 2022 hingga 2025. Kesepakatan ini juga meliputi seluruh gerai Mie Gacoan di bawah PT Mitra Bali Sukses yang tersebar di Bali, Jawa, dan Sumatera.

“Ini langkah konkret penyelesaian sengketa kekayaan intelektual melalui jalur damai dan bermartabat,” tegasnya.

Menyusul pembayaran lisensi dan penandatanganan perjanjian damai, Menteri Hukum akan menghubungi Polda Bali agar proses penyidikan dihentikan atau dialihkan dalam mekanisme keadilan restoratif.

“SELMI akan menjelaskan ke penyidik. Saya akan menghubungi Polda Bali. Mudah-mudahan pak Kapolda (Irjen Daniel Adityajaya) ada. Nanti saya langsung bicara dengan pak Kapolda,” ujar Supratman.

Direktur PT Mitra Bali Sukses, Gusti Ayu Sasih Ira, menyatakan bahwa lagu-lagu akan kembali diputar di seluruh gerai Mie Gacoan, namun masih menunggu proses hukum tuntas sepenuhnya.

“Ya, sesuai dengan kesepakatan kami. (Kapan mulai memutar lagu) nanti kami tunggu case (kasus) ini selesai,” ujar Ira.

Kasus ini bermula dari pengaduan masyarakat (dumas) kepada Polda Bali pada 26 Agustus 2024, terkait penggunaan musik secara komersial di salah satu gerai Mie Gacoan di Jalan Teuku Umar, Denpasar, tanpa membayar royalti. LMK SELMI mengklaim kerugian yang ditimbulkan mencapai angka miliaran rupiah.

Ditempat berbeda, Kepala Kantor Wilayah Kementerian Hukum Sulawesi Tengah (Kepala Kanwil Kemenkum Sulteng), Rakhmat Renaldy, mengapresiasi penyelesaian damai yang ditempuh kedua belah pihak dan menjadikan kasus ini sebagai contoh edukatif.

“Sengketa ini adalah pelajaran penting bahwa kekayaan intelektual bukan hanya milik pencipta, tetapi juga bagian dari martabat hukum bangsa. Ketika diselesaikan secara damai, hukum hadir dengan wajah yang manusiawi dan mendidik,” ujar Rakhmat Renaldy.

Ia juga mendorong seluruh pelaku usaha di Indonesia untuk lebih sadar terhadap kewajiban lisensi musik dan hak moral para pencipta.

“Kalau kita ingin ekonomi kreatif tumbuh, maka kita juga harus menciptakan budaya hukum yang menghargai hak cipta. Pelaku usaha harus menjadi bagian dari ekosistem yang adil dan taat hukum,” tandas Rakhmat Renaldy. (*)