Oleh: Hj Siti Norma Mardjanu SH M.Si MH*
Badan Musyawarah Adat (BMA) Provinsi Sulteng membantu program Pemerintah mencegah perkawinan anak terutama anak perempuan. Konsekuensi perkawinan anak luas mulai dari segi kesehatan, sosial, ekonomi maupun hukum.
Anak yang menikah di usia muda berisiko tinggi mengalami komplikasi kesehatan yang dapat membahayakan kesehatan ibu dan anak. Dan secara sosial anak yang menikah di usia muda sering kehilangan akses terhadap pendidikan maupun peluang ekonomi yang memperbesar siklus kemiskinan antar generasi.
Bila ditinjau dari sudut pandang hukum negara atau hukum positif, perkawinan anak melanggar hak-hak anak yang dilindungi oleh berbagi macam aturan termasuk Undang Undang No 35 Tahun 2014 Tentang Perlindungan Anak.
UU tersebut secara tegas menyatakan bahwa kewajiban negara untuk menjamin tumbuh kembang anak secara optimal. Atas dasar tersebut dalam optimalisasi pencegahan perkawinan anak, maka hukum adat dapat berperan secara konstruktif untuk mencegah perkawinan anak bila dikelola acara terstruktur.
Dibeberapa komunitas Adat di Indonesia terdapat norma hukum adat yang mencegah perkawinan anak hingga dewasa. Adapun peran Dewan Adat atau lembaga Adat melalui BMA dalam mencegah perkawinan anak ada enam hal yang perlu diperhatikan antara lain yaitu perlunya penyesuaian tradisi dengan perinsip perlindungan hak terhadap anak.
Peran penting para pemimpin, pemangku Adat, Dewan Adat, dan lembaga Adat sebagai tokoh penggerak sosial di masyarakat. Dibutuhkan sosialiasi penyuluhan hukum tentang pencegahan perkawinan anak melalui lembaga adat sebagai bentuk edukasi.
Perlu adanya pelibatan berbagai pihak dalam hal ini BMA dan Dewan Adat sampai pada Lembaga Adat selaku mitra Pemerintah dalam Penegakan Hukum dengan menyesuaikan kondisi dan situasi.
Tentunya dengan membangun kemitraan untuk berkolaborasi dengan para pihak pemangku kepentingan dari berbagai elemen termasuk ormas keagamaan. Terakhir, menghormati hak anak dalam kerangka tradisional.
Sebagaimana uraian tersebut di atas, mengacu pasal 48 dan 49 Perda Nomor 8 Tahun 2021, menyebutkan bahwa Tugas dan Fungsi BMA antara lain adalah membantu pemerintah dan aparat hukum mengatasi, mencegah serta menyelesaikan konflik sosial di masyarakat.
Makna dalam tugas BMA mencegah perkawinan anak dalam penerapan hukum adat yang memiliki potensi besar mencegah perkawinan anak di Indonesia. Dan dalam penerapannya perlunya membangun harmonisasi dan sinergitas lintas lembaga pemerintah terkait dengan lembaga adat dan masyarakat adat dengan prinsip-prinsip perlindungan hak hak anak yang diakui oleh pemerintah.
Ini bisa dilakukan melalui pendekatan dialogis inklusif dalam merumuskan suatu kebijakan yang melibatkan para tokoh masyarakat, tokoh adat, dan tokoh agama dengan mengedapankan pendidikan, ekonomi serta sosial budaya sebagai instruments penting dalam mencegah perkawinan anak.
Dengan begitu, Sulawesi Tengah dapat menurunkan angka perkawinan anak yang berdampak stunting dan juga dapat memberikan perlindungan terhadap hak anak acara optimal bagi generasi penerus. Ini akan berdampak lahirnya generasi yang sehat dan cerdas menuju Indonesia Emas 2045. SEMOGA.
*Penulis Adalah Sosok Perempuan Pegiat Budaya di Sulawesi Tengah